Sabtu, 27 November 2010

Discovery Learning

DISCOVERY LEARNING
Discovery Learning (pembelajaran dengan penemuan) merupakan suatu komponen penting dalam pendekatan konstruktivis yang telah memiliki sejarah panjang dalam dunia pendidikan. Menurut Sund, discovery adalah proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan sesuatu konsep atau prinsip. Proses mental tersebut ialah mengamati, mencerna, mengerti, mengolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya (Roestiyah, 2001:20). Sedangkan menurut Bruner, penemuan adalah suatu proses, suatu jalan atau cara dalam mendekati permasalahan bukannya suatu produk atau item pengetahuan tertentu. Proses penemuan dapat menjadi kemampuan umum melalui latihan pemecahan masalah dan praktek membentuk dan menguji hipotesis. Belajar dengan penemuan adalah belajar untuk menemukan, dimana seorang siswa dihadapkan dengan suatu masalah atau situasi yang tampaknya ganjil sehingga siswa dapat mencari jalan pemecahan (Markaban, 2006:9). Ide pembelajaran penemuan (Discovery Learning) muncul dari keinginan untuk memberi rasa senang kepada anak dalam menemukan sesuatu oleh mereka sendiri dengan mengikuti jejak para ilmuwan (Nur, 2000). Pembelajaran dengan penemuan, siswa didorong untuk belajar sebagian besar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip. Selain itu, dalam pembelajaran penemuan siswa juga belajar pemecahan masalah secara mandiri dan keterampilan-keterampilan berfikir, karena mereka harus menganalisis dan memanipulasi informasi (Slavin, 1994).
Pembelajaran penemuan dibedakan menjadi dua, yaitu pembelajaran penemuan bebas (Free Discovery Learning) atau sering disebut open ended discovery dan pembelajaran penemuan terbimbing (Guided Discovery Learning) (UT,1997). Dalam pelaksanaannya, pembelajaran penernuan terbimbing (Guided Discovery Learning) lebih banyak diterapkan, karena dengan petunjuk guru siswa akan bekerja lebih terarah dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Namun bimbingan guru bukanlah semacam resep yang harus dikuti tetapi hanya merupakan arahan tentang prosedur kerja yang diperlukan.
Model penemuan terbimbing menempatkan guru sebagai fasilitator. Guru membimbing siswa dimana ia diperlukan. Dalam model ini, siswa didorong untuk berpikir sendiri, menganalisis sendiri sehingga dapat menemukan prinsip umum berdasarkan bahan atau data yang telah disediakan guru (PPPG, 2004:4). Model penemuan terbimbing atau terpimpin adalah model pembelajaran penemuan yang dalam pelaksanaanya dilakukan oleh siswa berdasarkan petunjuk-petunjuk guru. Petunjuk diberikan pada umumnya berbentuk pertanyaan membimbing (Ali, 2004:87). Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa model penemuan terbimbing adalah model pembelajaran yang dimana siswa berpikir sendiri sehingga dapat menemukan prinsip umum yang diinginkan dengan bimbingan dan petunjuk dari guru berupa pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan. Menurut Markaban (2006:11-15) Di dalam model penemuan ini, guru dapat menggunakan strategi penemuan yaitu secara induktif, deduktif atau keduanya.
Menurut Markaban (2006:16) agar pelaksanaan model pembelajaran penemuan terbimbing ini berjalan dengan efektif, beberapa langkah yang mesti ditempuh oleh guru adalah sebagai berikut:
a. Merumuskan masalah yang akan diberikan kepada siswa dengan data secukupnya. Perumusannya harus jelas, hindari pernyataan yang menimbulkan salah tafsir sehingga arah yang ditempuh siswa tidak salah.
b. Dari data yang diberikan guru, siswa menyusun, memproses, mengorganisir, dan menganalisis data tersebut. Dalam hal ini, bimbingan ini sebaiknya mengarahkan siswa untuk melangkah kearah yang hendak dituju, melalui pertanyaan-pertanyaan, atau LKS.
c. Siswa menyusun konjektur (prakiraan) dari hasil analisis yang dilakukannya.
d. Bila dipandang perlu,konjektur yang telah dibuat oleh siswa tersebut diatas diperiksa oleh guru. Hal ini penting dilakukan untuk menyakinkan prakiraan siswa, sehingga akan menuju arah yang hendak dicapai.
e. Apabila telah diperoleh kepastian tentang kebenaran konjektur, maka verbalisasi konjektur sebaiknya diserahkan juga kepada siswa untuk menyusunnya.
f. Sesudah siswa menemukan apa yang dicari hendaknya guru menyediakn soal latihan atau soal tambahan untuk memeriksa apakah penemuan itu benar.
Kelebihan model pembelajaran penemuan terbimbing adalah sebagai berikut:
a. Siswa dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran yang disajikan.
b. Menumbuhkan sekaligus menanamkan sikap inguiry (mencari-temukan).
c. Mendukung kemampuan problem solving siswa.
d. Memberikan wahana interaksi antar siswa, maupun siswa antar guru, dengan demikian siswa juga terlatih untuk menggunakan bahasa indonesia yang baik dan benar.
e. Lama membekas karena siswa dilibatkan dalam proses menemukannya.
Kekurangan model pembelajaran penemuan terbimbing adalah sebagai berikut:
a. Untuk materi tertentu, waktu yang tersita lebih lama.
b. Tidak semua siswa dapat mengikuti pelajaran dengan cara ini. Dilapangan, beberapa siswa masih terbiasa dan mudah dimengerti dengan model ceramah.
c. Tidak semua topik cocok disampaikan dengan model ini.
Berikut beberapa saran berdasarkan pada pendekatan penemuan dalam pengajaran (Nur, 2000):
1. Mendorong siswa mengajukan dugaan awal dengan cara mengajukan pertanyaan membimbing;
2. Menggunakan bahan dan permainan yang bervariasi;
3. Menggunakan sejumlah contoh yang kontras atau memperlihatkan perbedaan yang nyata dengan materi ajar mengenai topik topik terkait;
4. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mernuaskan keingintahuan mereka, meskipun mereka mengajukan gagasan gagasan yang tidak berhubungan langsung dengan pengajaran;
5. Menggunakan sejumlah contoh yang kontras atau memperlihatkan perbedaan yang nyata dengan materi ajar mengenai topik topik terkait

2 komentar: